Skip to main content

Apakah Instrumen Investasi Saham Cocok Untuk Jangka Panjang

Bagaimana memastikan bahwa ketika nanti memasuki pensiun, 30 tahun kemudian, investasi yang kita lakukan sekarang ini merupakan instrumen investasi yang bisa memberi imbal-hasil yang paling baik. Dan apakah instrumen investasi saham cocok untuk jangka panjang?

Itulah pertanyaan yang akan di jawab dalam artikel ini. Sebagai catatan, artikel ini saya rangkum dari diskusi seorang ahli di komunitas saham. rangkuman ini saya gunakan sebagai pembelajaran untuk diri saya sendiri.

Apabila anda memiliki pertanyaan yang sama seperti di atas, artikel ini bisa memberi sedikit pencerahan. jawabannya di ulas dengan sangat dalam dan panjang, sehingga saya sendiri perlu membacanya beberapa kali untuk memahami semuanya.

Memutuskan untuk Investasi Saham di Usia Muda adalah Keputusan yang Bagus.


Keputusan untuk secara berkala menyisihkan dana sebagai investasi, seperti dilakukan Anda ketika masih muda sekarang ini, niscaya akan Anda ingat sebagai salah-satu keputusan terbaik dalam hidup Anda. Saya sering mengutip pernyataan Buffett, bahwa someone is sitting in the shade today, because someone planted a tree a long time ago. Dan saat ini, Anda sudah mulai bersiap untuk menanam pohon.

Mari kita menggunakan fixed-income investment (seperti obligasi dan deposito), sebagai dasar perbandingan (maupun alternatif investasi), yang dapat dikontraskan dengan stock-investing. Perbandingan yang sederhana ini memang bisa dipakai menjadi kerangka dasar berpikir pada saat melakukan stock-investing.

Nilai dana seperti apa yang bisa Anda dapatkan di saat pensiun nanti, 30 tahun kemudian, jika dana Rp 1 Juta diinvestasikan pada saat ini? Bagaimana pula hasilnya, jika Anda bisa menyisihkan dana investasi sebesar Rp 1 Juta setiap tahun?. (Angka 1 Juta hanya dipakai sebagai contoh saja. Silahkan menggunakan angka lainnya).

Banyak orang berkata bahwa berinvestasi di pasar modal adalah cara investasi yang hanya cocok buat orang kaya saja. Sebuah pernyataan yang sangat tidak tepat. Memang benar, tidak semua orang mampu memiliki perusahaan. Namun, pasar modal memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk dapat menjadi pemilik (sebagian) bisnis perusahaan bersama dengan ribuan pemegang saham lainnya.

Melalui pasar modal, mereka yang memilih untuk menjadi pemegang saham di Berkshire Hathaway tahun 1965, bisa merasakan kenaikan kekayaan 1,972.592%. Hanya perlu dana awal 1 Juta untuk membuat mereka sekarang ini memiliki kekayaan sebesar 19.72 Milyar melalui kenaikan nilai saham Berkshire (CAGR 20.8%, sejak 1965).


Jika pada tahun 2004, Anda memutuskan untuk menginvestasikan dana Rp 1 Juta, dengan memilih menjadi pemegang saham BRI, maka dana tersebut sekarang ini sudah menjadi Rp 34 Juta, atau meningkat 3,400% (CAGR 28.72 % sejak IPO).

Tiga Pedoman Dasar Investasi Saham (Stock Investing). 

Tentu saja setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda, karena itu besaran dana yang di investasikan juga bisa berlainan. Tetapi dari kedua contoh soal di atas, betapa pun kecilnya dana awal yang mulai ditanamkan, pasar modal memberikan jawaban yang jelas : Apabila kita

  1. menjadi pemegang saham perusahaan yang baik, 
  2. membeli sahamnya di harga yang baik juga, serta 
  3. memberikan kesempatan cukup kepada waktu untuk melakukan keajaiban penggandaan


maka kepemilikan saham itu (portfolio saham Anda) akan memberi imbal-hasil yang lebih dari memuaskan.

Prinsip Penting dalam Investasi Saham di Pasar Modal

1. Tidak benar bahwa berinvestasi di pasar modal hanya untuk orang kaya saja. 

It’s totally non-sense. Mereka yang memiliki kemampuan untuk membeli Indomie, bisa menjadi pemegang saham $ICBP. Mereka yang masih sanggup membeli ayam goreng KFC, pasti mampu menjadi pemegang saham $FAST. Mereka yang punya uang buat membeli Teh Kotak, ataupun susu Ultra, pasti punya uang cukup untuk menjadi pemegang saham $ULTJ.

Selain itu, bukankah upaya meningkatkan kekayaan menjadi lebih penting untuk mereka yang belum memilikinya?. Dengan apa yang Anda lakukan saat ini, yaitu membeli dan menyenangi produknya, telah menjadikan perusahaan-perusahaan itu tumbuh, dan meningkatkan kekayaan para pemegang sahamnya. Tumbuhkanlah minat Anda untuk menjadi bagian mereka yang menikmati pertumbuhan itu.

2. Tidak benar bahwa berinvestasi di pasar modal hanya bisa dimengerti oleh para professionals.
 Adalah kepentingan para ahli keuangan dan pasar modal untuk menciptakan jargon-jargon dan istilah sulit, yang bisa memberikan kesan bahwa berinvestasi di pasar modal bukanlah buat orang awam.

Believe me, berinvestasi di pasar modal tidak sesulit seperti yang mungkin ingin dikesankan para ahli itu. Anda hanya perlu mem-fokuskan perhatian kepada 3 pedoman dasar stock-investing di atas.

Apabila ketiga hal itu sudah bisa Anda lakukan, Anda sudah melangkah jauh dibandingkan lebih dari 90% so-called professional investors.

Pengaruh Dividen pada Peningkatan Nilai Investasi.

Peningkatan nilai yang dicontohkan dalam kasus Berkshire maupun $BBRI di atas, hanya atas dasar satu kali penempatan dana investasi saja, senilai 1 Juta. Apabila dilakukan penambahan investasi, dengan menyisihkan Rp 1 Juta setiap tahun untuk dimasukan sebagai dana investasi, maka besaran kenaikan itu tentunya akan lebih besar lagi.

Kenaikan itu juga belum memperhitungkan angka dividen. Apabila dividen yang diterima secara otomatis dimasukan lagi sebagai saham, akumulasi kenaikan nilai investasi ini akan semakin besar.

Saya tidak tahu apakah sudah ada perusahaan kita yang memiliki program DRIP (Dividen Reinvestment Plan) ini, dimana dividen yang diterima dapat secara otomatis ditukar menjadi tambahan saham perusahaan.

Jangan underestimate kekuatan faktor dividen. Jika Anda lihat, Index BEI tahun ini sudah meningkat sekitar 14%. Apabila kinerja portfolio Anda biasa-biasa saja, sehingga hanya sama dengan kenaikan Index-BEI, tetapi perusahaan yang Anda miliki itu memberikan dividen 3%, maka kinerja portfolio Anda 21% lebih baik dibanding dengan Index-BEI.

Jika ini terjadi, maka Anda sudah unggul dari 90% mutual-funds yang dikelola oleh professional investors (Sebagaimana Anda tahu, majoritas kinerja mutual-funds rata-rata di bawah Index).

Dua contoh berikut ini juga bisa menjadi gambaran yang jelas, bahwa dividen memiliki peranan yang besar didalam kinerja portfolio Anda. Tahun ini, BRI membagikan dividen sebesar Rp 428/lembar. Dengan harga BRI sebelum stock-split sebesar Rp 15,000, maka nilai dividen ini setara dengan yield sekitar 3%. Yield yang baik, namun tidak luar biasa. Tetapi buat mereka yang sudah menjadi pemegang saham BRI dari sejak IPO, dimana nilai investasinya adalah Rp 437.5 per-lembar, dividen ini setara dengan yield 97.83 %. Dalam 1-2 tahun mendatang nilai dividen tersebut sangat mungkin akan lebih tinggi dari investasi awalnya.

Contoh lain agar kita tidak menyepelekan komponen dividen ini, bisa Anda lihat dari salah satu saham favoritnya Buffett : Coca Cola. Bulan Oktober kemarin, Coca Cola (KO:US) mengumumkan dividen kwartal III/2017 sebesar USD 0.37/saham. Atas dasar harga KO:US terakhir (USD 46.00), dividend yield ini, jika disetahunkan, angkanya berkisar 3.2%.

Namun buat Buffett, besaran dividen yield ini sangat berbeda. Mari kita lihat. Dalam Annual Report Berkshire terakhir, Berkshire tercatat memiliki 400 Juta lembar saham Coca-Cola. Jumlah ini setara dengan 9.3% kepemilikan saham perusahaan.

Buffett pertama-kali membeli CocaCola pada tahun 1988. Akumulasi saham yang dibelinya sejumlah 400 Juta lembar itu dilakukan dengan total harga sekitar USD 1.3 Milyar. Dengan harga sekarang ini, saham sebanyak 400 Juta lembar ini, sudah meningkat 1,415% menjadi 18.4 Milyar Dollar.

Peningkatan nilai saham belum memasukan komponen dividen. Dengan dana investasi USD 1.3 Milyar untuk menguasai 400 Juta lembar, maka harga belinya sekitar USD 1.32 per-lembar. Oleh karena itu, dividen Coca Cola di tahun 2017, yaitu USD 1.48/lembar (jika disetahunkan), setara dengan dividen yield 112% untuk Buffett. Angka dividen yield yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam titik pandang para pemegang saham baru (3.2%).

Itulah sebabnya, dalam Letter To Shareholders yang ditulis Buffett di tahun 1998, terkait dasar pembeliannya, dia berkata : Kita berharap, bahwa saham ini akan merupakan bagian dari portfolio dalam waktu yang lama. Bahkan, apabila kita memiliki sebagian kepemilikan dari sebuah bisnis yang baik (outstanding business), dan bisnis tersebut dikelola oleh manajemen yang baik juga, our favorite holding period is forever.

Pada dasarnya, kita merupakan kebalikan (the opposite) dari mereka yang cenderung terburu-buru untuk segera menjual (dengan tujuan merealisir capital gain) sejumlah perusahaan berkinerja baik, dan sebaliknya dengan gigih mempertahankan sejumlah perusahaan dengan kinerja bisnis mengecewakan.

Perilaku seperti ini oleh Peter Lynch diibaratkan sebagai orang yang memotong putik bunga terlalu cepat, dan menyiramkan air pada rumput liar.

Time is a best friend for a good companies. Apabila demikian halnya, maka kita hanya perlu fokus untuk bisa menjadi bagian dari sejumlah perusahaan yang memiliki kemampuan seperti digambarkan di atas. Saya akan memberikan tambahan catatan soal ini, di bawah nanti.

DEPOSITO, BOND VS SAHAM


Kembali ke dana Rp 1 Juta yang diinvestasikan untuk persiapan masa pensiun nanti. Jika memang Anda tidak memiliki pemahaman stock-investing, sebaiknya Anda menempatkan dana sebagai deposito (atau obligasi) saja. Dengan demikian, Anda bisa menghindari risiko yang tidak Anda pahami.

Melalui dana deposito, dengan bunga, katakanlah 6% per-tahun, maka dalam 30 tahun dana itu tidak hanya bertambah 180% (30 dikalikan 6%). Dana 1 Juta akan meningkat 575%, menjadi Rp 5.75 Juta.

Peningkatan dana menjadi 575% itu sebagai hasil dari compounding, atau penggandaan, dimana bunga deposito juga menghasilkan bunga lagi. Dampak penggandaan ini yang seringkali diabaikan.

Padahal jika kita memahami keajaiban penggandaan ini, maka cara pandang serta cara kita berinvestasi juga akan berubah. Keajaiban penggandaan ini hanya dimungkinkan dengan time-horison investasi yang memadai.

Bagaimana jika Anda juga secara konsisten menyisihkan tambahan dana Rp 1 Juta, sampai Anda pensiun 30 tahun kemudian?

Jika hal ini dilakukan, maka saat Anda pensiun nanti, Anda akan memiliki dana sebesar Rp 89.5 Juta. (Terkait formula perhitungan, Anda tidak usah khawatir. Banyak website sudah menyiapkan formulanya).

Dengan menggunakan cara berpikir investasi dalam deposito di atas, mari kita kaji apa yang terjadi jika dana itu diinvestasikan di saham.

Compounding annual growth/CAGR Berkshire (20.8%), maupun BRI (28.72%) yang dijadikan contoh di atas, tentu merupakan angka yang sangat impresif. Kedua contoh tersebut agak sulit untuk bisa dipakai mewakili rata-rata CAGR dari investasi di pasar modal. Tidak mudah bagi investor untuk mencapai kinerja sebaik Buffett. Bahkan, apabila kita bisa menghasilkan kinerja portfolio dengan CAGR 20.8% seperti Buffett, mungkin sudah waktunya cover majalah Fortune memajang foto Anda, bergantian dengan Buffett.

Dengan CAGR 20.8%, dana 1 Juta yang diinvestasikan saat ini, dalam 30 tahun mendatang ketika Anda pensiun akan menjadi Rp 289 Juta (Bandingkan dengan jumlah Rp 5.75 juta, jika dana itu disimpan di deposito dengan suku bunga 6%).

Dengan CAGR BRI sebesar 28.72%, 30 tahun kemudian, dana yang sama sebesar Rp 1 Juta tersebut akan meningkat menjadi Rp 1.94 Milyar.

Sekali lagi, Anda perhatikan baik-baik, bagaimana perbedaaan CAGR (6%, 20.8% dan 28.72%) dalam periode waktu investasi yang sama, 30 tahun, dapat menghasilkan nilai investasi yang secara dramatis sangat berbeda, yaitu :

Modal Awal = 1 juta
CAGR 6% = Rp 5.75 Juta
CAGR 20.8% = Rp 289 Juta
CAGR 28.72% = 1.94 Milyar.


Atas dasar inilah, maka saya tidak pernah bosan-bosannya untuk bisa meyakinkan anak-anak muda soal keajaiban penggandaan (the magic of compounding) ini. Keajaiban penggandaan ini hanya mungkin bisa dirasakan secara optimum, apabila kita memberi kesempatan yang cukup kepada waktu. Let’s expanding your time horison in investing.

Seperti ditegaskan di atas, tidak tepat apabila kita menganggap CAGR Berkshire dan yang terjadi pada BRI dalam 14 terakhir sebagai hasil rata-rata yang dapat dicapai ketika kita melakukan investasi di pasar modal. It is possible, tetapi kita mungkin tidak bisa sebaik itu.

Apabila kedua angka di atas tidak bisa dianggap merepresentasikan imbal-hasil yang normal, angka mana yang kemudian kita bisa pakai?

Riset yang dilakukan Meb Faber, seorang Hedge Fund Manager, dan menganggap dirinya Quant, mungkin bisa dijadikan acuan berkaitan dengan imbal-hasil ini.

Dalam periode 1926 – 2015, saham memberi imbal-hasil 9.95% per-tahun, dibandingkan imbal-hasil bond yang tercatat sebesar 5.26%. Dengan imbal-hasil seperti ini, setiap 100 dollar yang ditanamkan di saham akan berubah menjadi 514,135 dollar.

Dana yang sama hanya akan berubah menjadi 10,146 dollar jika ditanamkan didalam Bonds. Coba perhatikan perbedaan bunga yang “hanya” 4.70% per-tahun itu, ternyata menunjukan hasil yang sangat berlainan. Angka-angka ini sekali lagi menegaskan pengaruh keajaiban penggandaan yang sudah sering disampaikan :

"Jika kita memberi kesempatan pada waktu guna menunjukkan keajaiban penggandaan, it will do wonder to the result of your portfolio."

Bagaimana dengan kinerja Bursa Efek Indonesia? Tahun 1994, Index IHSG tercatat sebesar 469. Di akhir tahun 2016, angkanya mencapai 5,296 (dan masih terus meningkat saat ini, menembus angka 6,000). Dari kenaikan yang terjadi selama 22 tahun itu, Index BEI meningkat dengan CAGR 11.65%. (vs Deposit atau Bonds yang sekitar 6%-8%).

Apabila kita menggunakan CAGR Index-BEI sebagai batasan normal yang bisa kita capai untuk kinerja portfolio kita, maka dana investasi sebesar Rp 1 Juta itu, 30 tahun kemudian akan menjadi Rp 27.3 Juta. Nilai ini 5 kali lebih baik dari hasil investasi dalam bentuk deposito, yaitu Rp 5.75 Juta.

Namun, jika tujuan Anda melakukan sendiri stock-investing ini hanya dengan target menghasilkan kinerja yang sama dengan apa yang dihasilkan Index-BEI, mengapa harus capek-capek?.

Jika anda melakukan stock-investing sendiri, maka Anda harus dapat menetapkan sasaran kinerja portfolio yang lebih baik dari Index-BEI secara umum. Otherwise, why bother doing stock-investing yourself?

Nilai Saham Yang Naik Turun adalah Sesuatu yang Normal.

Apa yang terjadi di bursa Amerika maupun bursa Indonesia, dengan berbagai studi yang telah dilakukan, menunjukan dengan jelas bahwa imbal-hasil stock-investing memiliki angka yang lebih baik dibanding instrumen investasi lainnya. Namun, tentu saja, dalam perjalanannya index itu tidak berjalan lurus, ada naik turunnya (dan sering disebut orang sebagai risiko. Istilah yang tidak sepenuhnya saya setujui).

Misalnya kita lihat Index BEI. Terjadi kenaikan Index dari 496 (tahun 1994) menjadi 5,296 (2016). Namun kenaikan index dalam 22 tahun terakhir itu tidaklah berjalan lurus. Index BEI mencapai angka 637 di tahun 1996. Namun ketika krisis keuangan melanda Asia, Index BEI sempat turun hampir 60% di tahun 1998, dengan menyentuh angka terendahnya sekitar 276.

Hal yang sama juga terjadi 10 tahun kemudian. Di tahun 2007, Index BEI tercatat sebesar 2,745. Ketika terjadi krisis keuangan di Amerika, kejadian tersebut juga berpengaruh pada bursa saham Asia, sehingga Index BEI juga sempat turun menjadi 1,355 di tahun 2008. Apabila Anda ingin membayangkan hal itu, bayangkanlah Index BEI yang saat ini sekitar 6,000 tiba-tiba jatuh dan turun menjadi 3,000.

Karakter index seperti di atas itu, bukan hanya milik Indonesia atau Amerika saja. Pola yang sama terjadi pada berbagai index di belahan dunia lainnya. meskipun dalam salah satu catatan saya sebelumnya, saya sudah menyebutkan bursa Tokyo, dengan Nikkei Index, menjadi sebuah pengecualian, khususnya dalam 25 tahun terakhir ini.

Pelajarannya  apa yang bisa didapatkan dari gambaran di atas saat kita melakukan stock-investing?
1. fluktuasi harga adalah fenomena yang normal
Menerima kenyataan, bahwa melalui konstruksi pembentukan harga yang memang terjadi setiap waktu di bursa, maka fluktuasi harga di bursa sepatutnya dipandang sebagai fenomena yang normal. Nothing extra-ordinary.

Memilih sikap seperti ini dapat membuat kita memusatkan perhatian kepada hal yang lebih penting, yakni kinerja perusahaan. Seperti sering dikatakan, apapun yang menjadi dasar pemikiran kita di dalam berinvestasi, pemikiran tersebut tidak lantas menjadi sebuah kebenaran karena disepakati oleh banyak orang. Atau karena pasar mengkonfirmasi apa yang kita pikirkan itu melalui kenaikan harganya di pasar.

Benar atau tidaknya pemikiran itu, ditentukan oleh kualitas argumentasi serta landasan berpikir kita yang memang benar.

Oleh sebab itu, jika kita tidak memiliki dasar apapun yang bisa kita gunakan saat kita berinvestasi di pasar modal, maka stock-investing bukan tempat yang baik untuk Anda.

Apa yang terjadi setiap saat di pasar akan dapat dengan mudah mempengaruhi cara berpikir Anda. Apabila harga di pasar turun, dan lebih rendah dari harga yang Anda bayarkan, Anda segera menganggapnya sebagai kerugian.

Demikian pula sebaliknya, jika saham yang Anda beli itu harganya naik (pasar sepakat dengan pikiran Anda), maka Anda akan menganggap thesis Anda sebagai sebuah kebenaran.

Pasar lantas menjadi rujukan benar-tidaknya apa yang Anda pikirkan. Celakanya, hal-hal itu diukur dalam satuan waktu yang pendek : harian, mingguan dan bulanan. Memiliki saham yang sama selama 1 tahun saja, sekarang ini sudah dianggap sebagai sebuah keganjilan.

Tidaklah mengherankan, apabila bagian terbesar perhatian, lantas diarahkan atas informasi yang diduga akan cepat memberikan petunjuk tentang naik-turunnya harga.

2. konstruksi pembentukan harga itu di luar kendali kita
Maka saya memilih untuk mengabaikannya, serta tidak menganggapnya penting. Harga yang terbentuk di pasar, dalam jangka pendek, tidak saya pandang sebagai kebenaran yang dijadikan acuan tentang nilai yang dimiliki sebuah perusahaan.

Bukannya saya tidak memperhatikan pasar. Pasar tetap menjadi perhatian saya, tapi saya tidak membiarkannya mendikte pikiran saya. Dalam berbagai catatan saya sebelumnya tentang sejumlah saham perusahaan, bisa jadi Anda sudah melihat, bahwa saya memilih perusahaan itu karena saya memperhatikan pasar. Dan saya memanfaatkannya ketika pasar menawarkan peluang investasi yang baik.

3. Berikan kesempatan kepada waktu yang cukup untuk melakukan keajaiban penggandaan
Ketiga, dengan memahami karakter pasar, dari tiga pedoman dasar investasi, yakni 1) memilih perusahaan yang baik, 2) membelinya di harga yang baik dan 3) memberikan kesempatan kepada waktu yang cukup untuk melakukan keajaiban penggandaan (compounding); hal ke-3 yang sering diabaikan banyak orang, justru buat saya menjadi faktor yang akan menentukan, apakah kinerja sebuah portfolio akan biasa-biasa saja, atau justru luar biasa. Jika kita memiliki kemewahan waktu dalam berinvestasi, dengan menjalankan pedoman #1 dan #2 di atas, imbal-hasil yang lebih dari memuaskan bukan menjadi satu kemustahilan.

Oleh karena itu, meskipun saya sudah menganjurkan sebaiknya Anda menyimpan dana itu dalam deposito atau membeli obligasi saja, saya menyarankan Anda untuk mau lebih memahami stock-investing ini.

Mengapa? Karena Anda sudah menetapkan hati, yang jarang dimiliki investor lain, untuk memiliki time-horison yang panjang, 30 tahun ke depan. Seperti sudah ditulis untuk kesekian kalinya di atas, pedoman #1 dan #2 jauh lebih mudah dibandingkan apresiasi dan disiplin kita untuk melengkapinya dengan pedoman #3.

Pembentukan harga yang bergerak setiap saatnya, serta aliran informasi yang tiada hentinya, yang dipakai sebagai pembenaran atas apapun yang terjadi di pasar, dapat mengganggu disiplin kita terkait pedoman #3 ini.

Investasi Saham Memberikan Imbal hasil yang lebih Baik.


Dengan segala permasalahan yang terjadi di pasar modal, mari kita lihat apa yang akan terjadi dengan dana Rp 1 Juta itu, jika Anda lebih memilih stock-investing dibandingkan deposito. Seperti disebutkan di atas, dalam 22 tahun terakhir CAGR Index BEI sekitar 11.65%.

Dana Rp 1 Juta, dengan suku bunga deposito 6%, sudah kita hitung akan mengubah dana itu menjadi Rp 5.75 Juta. Apabila dana itu kita tanamkan dalam stock-investing dengan kinerjanya menyamai Index BEI, maka dana yang sama itu akan menjadi Rp 27.27 juta.

Sekali lagi, angka ini dihasilkan, apabila Anda hanya mengalokasikan dana 1 Juta tersebut satu kali saja. Apabila Anda menyisihkan dana sebesar Rp 1 Juta setiap tahun, maka dana investasi saat Anda pensiun pada akhir tahun ke-30 itu akan berubah menjadi Rp 270 Juta. Nilai yang jauh di atas imbal-hasil deposito.

Dengan imbalan hasil yang lebih menarik ini, maka stock-investing tentu menjadi pilihan yang lebih logis untuk Anda pertimbangkan.

Bagaimanakah cara memilih perusahaan yang baik.

Jika demikian halnya, maka pertanyaan berikutnya : Bagaimanakah memilih perusahaan yang baik? Kriteria apa yang bisa dipakai untuk mengetahui baik-tidaknya sebuah perusahaan? Dan ukuran apa yang bisa dipakai untuk memastikan bahwa pembelian itu dilakukan pada harga yang baik?

Seperti sudah saya sampaikan, dengan time-frame investasi 30 tahun yang sudah Anda pilih, pedoman investasi #1 dan #2, yang tercermin didalam pertanyaan-pertanyaan itu, menjadi hal yang relatif mudah. Dengan time-frame sepanjang itu, maka Anda menjadi lebih choosy. Anda hanya akan tertarik kepada perusahaan yang dapat menjawab sejumlah pertanyaan mendasar.

Pertanyaan mendasar untuk memilih perusahaan yang baik,

  • apakah perusahaan masih akan tetap hadir pada 30 tahun mendatang, karena produksi dan jasanya masih relevan dan dibutuhkan oleh konsumen-nya?. Bukan saja tetap ada, tetapi apakah dapat tetap tumbuh dan berkembang, karena apa yang dihasilkannya bukan saja disukai, tetapi juga diperlukan dalam 30 tahun ke depan? 
  • Apakah mudah bagi seseorang atau pihak lain-nya mendirikan bisnis yang sama, atau bahkan mampu menghasilkan produk atau jasa yang lebih baik dari perusahaan? 


Saya tidak akan heran, apabila Anda hanya menemukan sedikit saja perusahaan yang bisa dengan baik menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Hal itu tidak perlu menjadi masalah. Jika dari 600 perusahaan di Indonesia, Anda hanya tertarik kepada 5-6 perusahaan saja, so what?

Jika Index BEI mencatat CAGR sebesar 11.65% seperti disebutkan di atas, memangnya ada masalah kalau Anda hanya berinvestasi di satu perusahaan saja, karena hanya ada satu perusahaan saja yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda di atas?.

Jika perusahaan itu memiliki karakter seperti yang ditunjukan BRI dengan CAGR 25.05%, maka jumlah perusahaan yang hanya sedikit di dalam portfolio Anda itu, justru akan menghasilkan kinerja portfolio yang lebih baik. Jika ada perusahaan yang kinerja nya negatif, bukankah diversifikasi akan menurunkan kinerja portfolio secara keseluruhan?

Dengan time-frame investasi yang panjang, memilih perusahaan yang baik (sebagai pedoman #1 dalam berinvestasi) relatif menjadi lebih mudah, karena fluktuasi harga di bursa didalam jangka pendek tidak lagi memiliki makna.

Kita tahu, dalam jangka panjang, hanya kinerja perusahaan yang pada akhirnya menentukan harga sahamnya. Dalam jangka pendek?. Siapa yang tahu?

Menggunakan Analogi Deposito untuk Memilih perusahaan yang baik

Kembali ke pertanyaan awal, bagaimana kita bisa mengetahui apakah sebuah perusahaan itu baik? Kita bisa menggunakan analog deposito sebagai kerangka dasar dalam memilih perusahaan. Dari contoh yang kita pakai sebelumnya, kita tahu bahwa jika kita menyimpan dana itu sebagai deposito, maka dengan modal Rp 1 Juta (nilai deposito), kita mendapatkan hasil Rp 60,000 setiap tahun.

Apabila Anda ditanya, lebih senang deposito yang memberikan hasil Rp 60,000 setiap tahun, atau yang bisa memberikan Anda Rp 80,000? Dengan asumsi bahwa risikonya sama, Anda pasti memilih deposito yang mampu memberi hasil (yield) yang lebih tinggi. Dengan berpikir logis, kita akan menyukai opsi yang memberikan hasil lebih tinggi.

Kerangka berpikir seperti ini, dapat dipakai ketika kita akan memilih perusahaan yang baik. Apa ciri-ciri yang bisa kita gunakan?

Nilai deposito dalam hal investasi perorangan, tidak lain merupakan angka modal yang berada dalam buku perusahaan, apabila kita ingin membandingkan perusahaan satu dengan perusahaan lainnya. Hasil bunga dalam hal deposito, tidak lain adalah laba bersih perusahaan, jika kita ingin membandingkan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.

Bedanya hanya dalam istilah saja. Namun, seperti kerangka berpikir deposito, akan sangat logis apabila kita lebih menyukai satu perusahaan yang dapat menghasilkan laba (yield) yang lebih tinggi atas setiap modal yang ditanamkan.

Apabila perusahaan A dan perusahaan B memiliki modal yang sama, katakanlah sebesar nilai deposito yang Rp 1 Juta itu, maka kita akan lebih menyukai perusahaan B yang mampu untuk menghasilkan laba Rp 80,000 dibandingkan A yang hanya mendapatkan laba Rp 60,000.

Dalam istilah perusahaan, hasil pembagian antara laba terhadap nilai modal ini dikenal dengan nama Return On Equity (ROE). Apabila kita memakai contoh yang sama, maka perusahaan A menghasilkan ROE sebesar 6%, dan B 8%.

ROE merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk menjaring perusahaan-perusahaan yang baik, yaitu kemampuan menghasilkan keuntungan dari modal yang sudah ditempatkan di perusahaan. Pemegang saham menempatkan dananya, sebagai modal, di dalam perusahaan. Dana tersebut lantas dikelola oleh perusahaan, serta digunakan untuk menjalankan bisnis perusahaan.

Oleh karenanya wajar, jika kita lebih menyukai sejumlah perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan tinggi dari setiap modal yang ditempatkan. Pusatkan perhatian untuk hanya memilih perusahaan yang dengan kemampuan menghasilkan laba yang tinggi (ROE tinggi). Keajaiban penggandaan pada perusahaan dengan ROE tinggi akan terjadi semakin cepat.

Semakin tinggi ROE seharusnya semakin tinggi juga minat Anda untuk memilikinya. Semakin tinggi, semakin baik, as simple as that. 

Pedoman apa yang dipakai? Salah-satunya dengan membandingkan apa yang Anda sendiri bisa lakukan untuk dana tersebut. Jika dengan mendepositokan dana itu Anda mendapatkan bunga 6%, maka Anda tahu, bahwa ROE yang bisa Anda ciptakan sendiri adalah 6%.

Carilah perusahaan-perusahaan yang ROE-nya berada jauh di atas 6%. Ingat, berbeda dengan kegiatan perusahaan, investasi dalam deposito tidak memiliki risiko. Jika dikatakan suku bunga 6%, Bank tidak akan bisa mengurangi jumlah bunga yang dibayarkan kepada Anda, meskipun Bank misalnya mengalami permasalahan cash-flow. Hasil Anda akan tetap 6%.

Berbeda dengan kegiatan usaha perusahaan, yang sangat mungkin turun-naik, sehingga laba yang dihasilkan juga tidak selalu sama, bisa turun naik. Jika laba turun, dan jumlah modal sama, maka ROE perusahaan tentunya juga menurun.

Oleh karena adanya risiko seperti ini, maka logis jika elemen risiko itu Anda perhitungkan, dan menuntut ROE yang jauh di atas suku bunga deposito.

Saya sendiri, biasanya menuntut perusahaan itu at least menghasilkan ROE 15%. Jika Anda memiliki perusahaan yang ROE-nya di bawah suku bunga deposito, anjurkan saja kepada manajemen untuk menutup usahanya dan membagikan dana yang ada didalam perusahaan kembali kepada pemegang saham. Jika dibagikan, at least pemegang saham bisa terus menyimpannya dalam deposito, dan menghasilkan ROE 6%.


Metrik Penting Untuk Mendapatkan Perusahaan Yang Baik

1. ROE ( Return of Investment)

Dari contoh di atas, Anda sudah melihat perbedaan yang begitu besar dari selisih yield yang relatif kecil melalui perjalanan waktu. Hal yang sama terjadi pada perusahaan yang mampu menghasilkan laba yang tinggi dari modal yang dimilikinya.

Mari kita lihat contohnya. Harga saham tidak lain dari perkalian nilai PER (yang dianggap wajar bagi perusahaan di industri tertentu) dan laba per-sahamnya.

Kita asumsikan saja, bahwa PER yang wajar bagi perusahaan A dan B, dalam industri tertentu adalah 15 X. Perusahaan A dan B ini memiliki modal awal yang sama, Rp 1 Milyar, dan jumlah sahamnya juga sama masing-masing 1 Juta lembar.

Apabila kita lihat dalam 10 tahun terakhir, rata-rata ROE perusahaan A mencapai 25%, sementara perusahaan B hanya sekitar 10%. Atas dasar hal ini, gambaran seperti apa yang akan terjadi terhadap harga saham kedua perusahaan ini dalam 5 tahun ke depan?

Meskipun apa yang disajikan ini merupakan kerangka berpikir nyata, namun perhitungannya sudah disederhanakan. Penyajian angka ini lebih bertujuan untuk menegaskan kerangka berpikirnya saja. Angka proyeksi didapatkan dengan menggunakan formula, dimana saat ini sejumlah web-page sudah menyiapkan formulanya untuk kita pakai.

Dengan ROE perusahaan A sebesar 25%, maka A menghasilkan laba Rp 250 Juta, dan EPS-nya Rp 250. Dengan PER 15 X, harga saham A tercatat sekitar Rp 3,750.

Perusahaan B, dengan ROE 10%, mencatat laba sebesar Rp 100 Juta, dan EPS-nya Rp 100. Dengan angka PER yang sama, 15 X, maka harga saham perusahaan B tercatat Rp 1,500.

 (Ingat, harga pasar tidak lain dari PER dikalikan EPS).

Dengan ROE sebesar 25%, maka kita bisa memproyeksikan bahwa modal perusahaan A dalam 5 tahun mendatang akan mencapai angka Rp 3,051,757. Dengan modal sebesar ini, maka laba pada tahun ke-5 akan mencapai angka Rp 763 Juta (25%, angka ROE, dikalikan Modal, sebesar Rp 3,051,757), atau Rp 763/lembar. Apabila kita memakai PER yang sama, 15, maka 5 tahun kemudian, saham perusahaan ini diperkirakan akan diperdagangkan dengan harga sekitar Rp 11,445, sekitar 300% dari harganya saat ini.

Dalam hal perusahaan B, dengan ROE 10%, diperkirakan di dalam 5 tahun mendatang, modalnya akan meningkat menjadi Rp 1,610,510. Atas dasar modal sebesar ini, dan ROE-nya 10%, dalam tahun fiskal 5 tahun dari sekarang, laba perusahaan diproyeksikan akan mencapai angka Rp 161 juta, atau Rp 161/lembar. Memakai PER yang sama, 15, maka harga saham perusahaan B akan diperdagangkan di bursa pada harga sekitar Rp 2,415, atau 161% dari harganya saat ini.

Pilihan logis kita, tentunya akan lebih tertarik kepada perusahaan A, yang dengan berjalannya waktu semakin memperlebar jarak dengan perusahaan B, dilihat dari berbagai metrik : jumlah modal, laba per-saham dan harganya.

Bisa ditambahkan, jika dengan tingginya angka ROE ini, pasar memberikan toleransi PER yang lebih tinggi kepada A, maka gap itu akan semakin besar lagi. Katakanlah pasar memberikan toleransi PER 20 X, dan bukan lagi 15 X, maka kombinasi antara PER dan EPS yang semakin tinggi ini, akan semakin melambungkan harga saham perusahaan A. Itulah cara bekerja the magic of compounding di pasar modal untuk perusahaan yang memiliki ROE tinggi.

Apabila kita mau memakai contoh di Indonesia, hal ini sebenarnya sudah ditunjukan juga. Toleransi semacam itu misalnya dapat Anda lihat pada $UNVR, yang ROE-nya hampir 150%, atau $BBCA dengan ROE sekitar 25%. Kedua perusahaan ini mendapatkan toleransi dari pasar dengan memakai PER yang lebih tinggi dibanding perusahaan lain di sektornya.

Inilah karakter perusahaan yang dapat dijadikan dasar buat mencari perusahaan yang akan tumbuh dan berkembang di masa-masa yang akan datang. Perusahaan dengan konsistensi ROE yang tinggi dapat melakukan pemupukan modal (dari laba yang dihasilkannya) dengan lebih cepat.

Kita ambil lagi contoh yang sering saya pakai, BRI, karena memang mampu menghasilkan ROE secara konsisten di atas 20%.

Di tahun 2004, modal BRI hanya sekitar Rp 12.4 Trilyun. Atas dasar tingginya kemampuan BRI menghasilkan laba (ROE tinggi), semakin tahun modal BRI semakin meningkat. ROE tinggi menghasilkan laba tinggi. Laba tinggi menambah Modal menjadi lebih tinggi. Modal yang lebih tinggi, menghasilkan laba yang lebih tinggi, dan begitulah hal ini berjalan terus menerus.

Melalui perjalanan waktu, bola yang bergulir ini semakin lama semakin besar. Di tahun 2016, modal BRI tercatat sebesar Rp 146.2 Trilyun. Dengan modal yang semakin tinggi inilah, maka BRI menghasilkan EPS yang juga jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2004.

Di tahun 2004, EPS BRI masih sekitar Rp 147. Di tahun 2016, EPS itu sudah mencapai angka Rp 1,062. Kalaupun PER yang diberikan pasar kepada BRI tetap sama, kenaikan EPS ini sudah bisa meningkatkan ratusan persen harganya.

Namun, dengan kinerjanya pasar memberikan toleransi PER yang tinggi kepada BRI. Oleh karena itu, kenaikan harga saham BRI (3,400%) melebihi kenaikan EPS-nya (722%) pada kurun waktu yang sama.

Sekali lagi, kenaikan dramatis ini hanya dimungkinkan apabila kita memberikan kesempatan yang cukup kepada waktu, untuk menjalankan mekanisme penggandaan. Atas dasar ini, maka apa yang terjadi di pasar dalam jangka pendek, semakin tidak memiliki makna apa-apa.

2. pertumbuhan penjualan

konsistensi tingkat pertumbuhan penjualan, untuk dapat mengukur apakah produk dan jasa perusahaan memang dibutuhkan, yang dapat ditunjukan dengan konsistensi pertumbuhan penjualan.

3. Gross Margin
Selain itu, saya juga cenderung untuk menyukai perusahaan dengan angka Gross Margin yang tinggi, at least 40%. Gross Margin tinggi ini bisa menunjukan kemampuan perusahaan untuk menetapkan harga dari produk/jasanya.

Kemampuan seperti ini lazimnya hanya dapat dimiliki oleh perusahaan yang produk/jasanya memang dibutuhkan konsumen atau pelanggannya. Jika switching bisa dilakukan dengan mudah, maka perusahaan semacam ini biasanya tidak memiliki daya tawar yang tinggi. Hal ini, untuk sebagian bisa tercermin dalam angka Gross Margin ini.

Itulah sebagian metrik yang biasa saya pakai untuk bisa menemukan sejumlah emiten yang bisa dimasukan dalam Watch List saya. Melalui Watch List ini, kemudian saya menunggu peluang pasar memberikan kesempatan untuk membelinya dengan harga yang baik.

Seringkali terjadi, jika perusahaan melaporkan kinerja yang kurang baik dalam 1 kwartal atau 1 tahun tertentu, pasar memberikan kesempatan baik pada kita, dengan koreksi yang biasa dilakukannya.

Atau jika terjadi kejadian buruk (one-time event) dan ditanggapi dengan koreksi yang berlebihan oleh pasar. Atau mungkin ada peristiwa ekonomi, politik yang selalu sigap ditanggapi oleh pasar, meskipun sebenarnya hal itu mungkin tidak memiliki pengaruh apapun terhadap perusahaan.

Atas dasar Watch List ini, saya kemudian bisa memilah-milahnya apakah perusahaan bisa dimasukan sebagai bagian dari Core Portfolio, atau karena special situation menjadi menarik, tetapi tidak cukup kriteria untuk saya masukan dalam Core Portfolio.

Untuk menutup catatan ini, saya perlu mengingatkan bahwa dengan konstruksi pembentukan harga di bursa, kita tahu terdapat berbagai cara untuk bisa melakukan investasi di bursa. Apa yang saya tuliskan di atas, bukanlah satu-satunya cara yang dapat dilakukan. Ini adalah pedoman investasi yang saya pahami, dan yang masuk akal saya.

Berbagai metoda investasi seperti value, momentum, trend, buy-and-hold dalam banyak waktu, melalui berbagai guru serta pengikutnya, banyak yang telah menunjukan hasil. Oleh karena itulah, apabila ada orang yang bertanya secara khusus terkait perusahaan tertentu, saya tidak mungkin dapat memberikan jawaban bahwa berinvestasi pada perusahaan itu baik atau tidak buat orang tersebut.

Assessment saya terhadap risiko bisa berbeda dengan orang itu. Time-horison terkait investasi-nya juga bisa sangat berbeda. Target return, alokasi assets, besaran investasi yang ditanamkan dan berbagai faktor lainnya tentu juga mungkin berbeda.

Sekali lagi, dengan konstruksi pembentukan harga di bursa, apa yang dilakukan melalui metoda ini memang menjadi boring dan tidak fun.

Bandingkan misalnya dengan ritual yang biasa dilakukan oleh smart- money, yang selalu memiliki jawaban atas setiap gerakan harga serta setiap cuplikan informasi tentang perusahaan. Melalui pergerakan ini juga, dengan sigap mereka dapat membuat berbagai prediksi tentang apa yang akan terjadi dengan harga saham besok hari atau di minggu depan.

Setiap info bisa menjadi bahan panjang untuk dibahas dengan penuh antusias, dan dianalisa dengan cepat karena pasar terus saja bergerak. Seakan jika tidak memiliki jawaban atas apa yang disukai pasar, atau tidak berpartisipasi dengannya, kesungguhan kita dalam berinvestasi patut dipertanyakan.

Seakan kegiatan bisnis perusahaan dapat dijadikan peristiwa harian (bahkan detik-per-detik, jam-per-jam) yang tiada hentinya dibahas, bahkan dengan cara-cara dramatis.


RELATED ARTIKEL

Comments

Popular posts from this blog

Urutan Tata Cara Odalan di Sanggah

Cara Membuat Banten Peras

Cara mengaktifkan voice input Xiaomi redmi note 3.